Rabu, 01 Juni 2011

Hamza, Bocah 13 Tahun yang Jadi Martir Suriah

Foto Hamza menunjukkan raut wajah yang lembut, tanpa dosa, pipinya tembem. Namun, meski sudah dimandikan dan ditaburi kelopak bunga mawar, tanda-tanda kekerasaan tidak bisa disembunyikan di tubuhnya.

Peluru menembus badannya, lehernya patah, lututnya lepas dan alat vitalnya dimutilasi. Anak itu bernama Hamza Ali al-Khateeb, 13 tahun. Ia tewas sebagai martir.

Hamza adalah korban termuda penindasan kejam tentara Suriah terhadap para demonstran yang mencoba menggulingkan Presiden Bashar al-Assad.

Keluarganya belum mau berkomentar soal nasib tragisnya, namun, mereka mengunggah rekaman mayatnya di situs YouTube, lengkap dengan keterangan detil luka-luka mengerikan di tubuhnya. Karena itulah, ayah Hamza ditahan aparat Minggu lalu. Hingga kini keberadaannya belum diketahui.

Dalam video tersebut ditunjukkan, dua peluru menembus dua lengan Hamza sampai dada. "Lihat bukti-bukti kekejaman ini, kata narator video itu. "Lihat memar di wajahnya."

Hamza ditangkap aparat dalam sebuah aksi protes di Jiza, sebuah desa di provinsi yang membangkang, Dar'a di Suriah, 29 April 2011 lalu. Selama berbulan-bulan keluarganya menunggu dia pulang, sembari dilanda kecemasan, nasib apa yang akan menimpanya.

Hamza akhirnya pulang. Tanpa nyawa. Keluarganya makin miris melihat tubuhnya yang rusak -- bukti kekejaman yang dialaminya. Di tengah luka-luka sundutan rokok, terlihat juga dua luka akibat tertembus peluru. Namun, tak pasti apa yang membuat nyawanya melayang.

Tak hanya keluarganya yang berduka, masyarakat pun terluka. Tak heran, jika kemudian bocah ini menjadi simbol kuat pemberontakan di Suriah.

Ribuan pengunjuk rasa yang turun ke jalan Kota Damaskus yang sebelumnya dilumuri darah, meneriakkan namanya. Sementara, anak-anak di Aleppo memanjat atap-atap rumah untuk merayakan 'Hari Hamza'.

Tak hanya itu, di Kota Hama, 116 mil dari ibu kota, kerumunan besar demonstran memadati alun-alun utama kota, membawa foto Hamza.

Video kematian Hamza yang menyebar di internet dan kemudian disiarkan di stasiun televisi, Al Jazeera -- membuat kemarahan rakyat Suriah makin bergolak.

Di laman jejaring sosial,  muncul grup 'We are all Hamza Ali al-Khateeb, the Child Martyr' atau 'Kami Semua adalah Hamza Ali al-Khateeb, Bocah yang Menjadi Martir'. Grup ini sudah menjaring 58.000 pendukung, sementara versi Bahasa Inggrisnya meraup 3.000 pendukung.

Radwan Ziade, aktivis hak asasi manusia yang kini hidup dalam pelarian mengatakan pada Washington Post, Hamza adalah simbol Revolusi Suriah. "Kematiannya adalah tanda kekejaman sadistis rezim Assad dan aparatnya," kata dia.

"Kekejaman, penyiksaan, adalah hal yang biasa di Suriah. Ini bukan hal baru atau aneh. Tapi yang membuat Hamza spesial, ia tewas mengenaskan di usia 13 tahun. Ia masih anak-anak."

Gejolak penggulingan President Bashar al-Assad kini memasuki minggu ketujuh. Jurnalis asing dilarang keras masuk ke negara itu. (Daily Mail, umi)

Hamza, Bocah 13 Tahun yang Jadi Martir Suriah

Foto Hamza menunjukkan raut wajah yang lembut, tanpa dosa, pipinya tembem. Namun, meski sudah dimandikan dan ditaburi kelopak bunga mawar, tanda-tanda kekerasaan tidak bisa disembunyikan di tubuhnya.

Peluru menembus badannya, lehernya patah, lututnya lepas dan alat vitalnya dimutilasi. Anak itu bernama Hamza Ali al-Khateeb, 13 tahun. Ia tewas sebagai martir.

Hamza adalah korban termuda penindasan kejam tentara Suriah terhadap para demonstran yang mencoba menggulingkan Presiden Bashar al-Assad.

Keluarganya belum mau berkomentar soal nasib tragisnya, namun, mereka mengunggah rekaman mayatnya di situs YouTube, lengkap dengan keterangan detil luka-luka mengerikan di tubuhnya. Karena itulah, ayah Hamza ditahan aparat Minggu lalu. Hingga kini keberadaannya belum diketahui.

Dalam video tersebut ditunjukkan, dua peluru menembus dua lengan Hamza sampai dada. "Lihat bukti-bukti kekejaman ini, kata narator video itu. "Lihat memar di wajahnya."

Hamza ditangkap aparat dalam sebuah aksi protes di Jiza, sebuah desa di provinsi yang membangkang, Dar'a di Suriah, 29 April 2011 lalu. Selama berbulan-bulan keluarganya menunggu dia pulang, sembari dilanda kecemasan, nasib apa yang akan menimpanya.

Hamza akhirnya pulang. Tanpa nyawa. Keluarganya makin miris melihat tubuhnya yang rusak -- bukti kekejaman yang dialaminya. Di tengah luka-luka sundutan rokok, terlihat juga dua luka akibat tertembus peluru. Namun, tak pasti apa yang membuat nyawanya melayang.

Tak hanya keluarganya yang berduka, masyarakat pun terluka. Tak heran, jika kemudian bocah ini menjadi simbol kuat pemberontakan di Suriah.

Ribuan pengunjuk rasa yang turun ke jalan Kota Damaskus yang sebelumnya dilumuri darah, meneriakkan namanya. Sementara, anak-anak di Aleppo memanjat atap-atap rumah untuk merayakan 'Hari Hamza'.

Tak hanya itu, di Kota Hama, 116 mil dari ibu kota, kerumunan besar demonstran memadati alun-alun utama kota, membawa foto Hamza.

Video kematian Hamza yang menyebar di internet dan kemudian disiarkan di stasiun televisi, Al Jazeera -- membuat kemarahan rakyat Suriah makin bergolak.

Di laman jejaring sosial,  muncul grup 'We are all Hamza Ali al-Khateeb, the Child Martyr' atau 'Kami Semua adalah Hamza Ali al-Khateeb, Bocah yang Menjadi Martir'. Grup ini sudah menjaring 58.000 pendukung, sementara versi Bahasa Inggrisnya meraup 3.000 pendukung.

Radwan Ziade, aktivis hak asasi manusia yang kini hidup dalam pelarian mengatakan pada Washington Post, Hamza adalah simbol Revolusi Suriah. "Kematiannya adalah tanda kekejaman sadistis rezim Assad dan aparatnya," kata dia.

"Kekejaman, penyiksaan, adalah hal yang biasa di Suriah. Ini bukan hal baru atau aneh. Tapi yang membuat Hamza spesial, ia tewas mengenaskan di usia 13 tahun. Ia masih anak-anak."

Gejolak penggulingan President Bashar al-Assad kini memasuki minggu ketujuh. Jurnalis asing dilarang keras masuk ke negara itu. (Daily Mail, umi)