Senin, 06 Desember 2010

Serba serbi kehidupan

Bocah Ini Minum Viagra Untuk Bertahan Hidup
Empat kali sehari Calvin Mutessa harus konsumsi Viagra sejak umurnya 3 bulan. 


Biasanya Viagra dikonsumsi pria untuk mengatasi disfungsi seksual. Namun, seorang anak asal Inggris, Calvin Muteesa, harus minum Viagra setiap hari demi bertahan hidup.
Viagra dikonsumsi Calvin empat kali sehari. Kebiasaan ini dilakukan Calvin sejak umur tiga bulan. Saat ini, Calvin adalah orang Inggris termuda yang secara rutin mengonsumsi Viagra.
Apa yang membuat bocah malang ini harus minum obat 'perkasa' setiap hari?
Penyebab Calvin mengonsumsi obat impotensi ini karena penyakit pulmonary arterial hypertension yang dialaminya. Penyakit tergolong langka ini mampu membuat tekanan darah Calvin menjadi sangat tinggi, sehingga bisa menyebabkan paru-parunya kekurangan darah yang mengandung oksigen.
Akibat penyakit ini, Calvin juga harus berjuang untuk bisa bernapas. Organ hatinya juga harus bekerja dua kali lebih keras demi memaksa darah mengalir ke paru-parunya. Viagra yang dikonsumsinya berfungsi melemaskan arteri paru-paru, yang membawa darah ke paru-paru serta memungkinkan lebih banyak darah dan oksigen yang melaluinya.

Saat Calvin lahir, ia didiagnosis mengalami masalah pada bagian usus dan ginjal. Ia pun langsung dioperasi. "Saat Calvin masih kecil, dadanya naik turun dan ia kesulitan bernapas. Kami pikir ada masalah pada ginjalnya," kata Maureen, ibu Calvin, seperti dikutip dari The Sun.

"Pada suatu pagi, saat ingin memberikan susu untuk Calvin, aku menemukan matanya tidak bergerak dan ia berhenti napas. Aku syok dan langsung membawanya ke rumah sakit. Setelah diperiksa, hasil tes di Royal London Hospital menunjukan level oksigen dalam tubuhnya sangat rendah," ujarnya menambahkan.

Akhirnya, dokter meminta Calvin mengonsumsi Viagra, karena menurut pengamatan medis tidak ada obat lain yang cocok untuk kondisinya. Awalnya Maureen tidak mengetahui jenis obat tersebut, setelah tahu ia pun kaget. Tetapi kondisi Calvin membaik setelah mengonsumsi Viagra.

Dalam beberapa tahun terakhir, sebenarnya banyak dokter menggunakan Viagra untuk membantu bayi prematur yang bermasalah dengan pernapasan.

Calvin saat ini mengonsumsi Viagra dalam bentuk cair dengan dosis tertentu. Maureen juga harus hati-hati dan tidak terlambat memberikan obat. Sebab, bocah ini pernah harus segera dibawa ke rumah sakit, karena pengasuhnya melewatkan tiga dosis. Maka itu, stok Viagra harus selalu tersedia di rumah untuk Calvin.

Menurut Maureen, sejauh ini dokter masih menyarankan pengobatan ini untuk Calvin. Namun, jika Calvin sudah cukup umur, sang ibu berharap anaknya bisa menjalani transplantasi paru-paru dan jantung, agar bisa lepas dari Viagra.


Bocah Ini Bisa Meninggal Jika Tertawa
Kesal, nyeri, kelelahan atau kegembiraan bisa memicu serangan jantung dan menewaskan Holly
 
 
Setiap ibu pasti menginginkan anaknya bisa selalu menunjukkan emosi baik tertawa ataupun menangis. Tetapi, tidak bagi Tina Cleveland. Ibu berusia 42 itu harus menjaga anak balitanya, Holly, agar tidak terlalu emosi dan di luar kontrol karena bisa membuat jantungnya berhenti.

Holly, yang berusia dua tahun mengalami kondisi yang disebut "Reflex Anoxic Seizures" (RAS). Hal ini disebabkan oleh kondisi kurangnya darah dari jantung ke otak. Kesal, nyeri, kelelahan atau kegembiraan dapat memicu serangan jantung dan menewaskan Holly, ia akan berhenti bernapas selama 20 detik. Sebelum terdiagnosis terkena RAS, Tina memberitahu Holly agar tidak nakal dan menahan napasnya saat sedang tantrum (mengamuk).

"Seringkali orang berpikir dia menahan napas karena marah, tetapi itu terjadi karena kondisi jantungnya," kata Tina, seperti dikutip dari The Sun.

Belum adanya perawatan khusus dan obat untuk Holly. Tina dan suaminya Ray hanya bisa mencegah agar Holly tidak terlalu lelah secara fisik maupun emosi. Karena, jika Holly terlalu sedih atau terlalu senang jantungnya bisa berhenti tiba-tiba.

"Saat dokter mengatakan aku harus membuat Holly tidak terlalu senang dan sedih, aku merasa terkejut. Karena hanya itulah yang dilakukan balita," kata Tina menambahkan.

Pada Oktober tahun lalu, ketika usia Holly 20 bulan, Tina dan Ray meminta adiknya, Nicola, untuk menjaga Holly dan anak laki-laki mereka Ryan. Tapi, ketika Tina dan Ray kembali ke rumah mereka ada pesan dari anak tiri Nicola, Alex yang mengatakan sesuatu yang buruk telah terjadi.

Ray menjelaskan,  Holly pingsan dan berhenti bernapas. Ketika di rumah sakit, suster menjelaskan, Holly sempat tidak bernapas selama beberapa waktu. Gadis kecil ini langsung dimonitor untuk mengetahui kondisinya lebih detail.

"Holly dikeliling mesin bantu napas. Sangat menyedihkan, aku takut terjadi sesuatu pada putri kecilku," kata Tina.

Dokter mengatakan pernah ada kondisi seperti yang dialami Holly. Hari berikutnya Holly didiagnosis dengan RAS dan Tina terkejut karena dokter mengatakan bahwa dia tidak menahan napas karena marah dan menderita kejang karena kekurangan suplai darah ke otak. Gejala kejang dan henti napas yang terjadi pada Holly rata-rata satu hingga tiga kali dalam seminggu.


Empat Bulan, Gadis Ini Hidup Tanpa Jantung
"Saat itu, aku merasa hidupku palsu, sepertinya aku tidak benar-benar ada."
 
Jantung adalah pusat kehidupan manusia. Tak heran jika D'Zhana Simmons mengejutkan banyak orang setelah bertahan hidup tanpa organ jantung di tubuhnya selama 118 hari.

Seperti dikutip dari laman Reuters, selama hampir empat bulan, wanita asal Carolina Selatan itu mengandalkan hidupnya pada mesin pemompa darah buatan. Mesin itu baru dilepas setelah ia mendapat donor dan menjalani transplantasi jantung.

Kasus yang terjadi pertengahan 2008 ini membukukan sejarah baru di dunia medis. Sebelumnya,  tak ada anak yang mampu bertahan hidup selama itu tanpa organ jantung.

Simmons tak bisa menahan air mata setiap kali mengingat peristiwa tersebut. Ia merasa baru saja terlepas dari pengalaman mengerikan. "Anda tak akan pernah tahu mesin itu tiba-tiba mati," ujarnya. "Saat itu, aku merasa hidupku palsu, sepertinya aku tidak benar-benar ada."

Ia menderita cardiomyopathy, sebuah kondisi di mana jantungnya melemah dan membengkak sehingga kehilangan fungsinya untuk memompa darah. Satu-satunya jalan keluar adalah melakukan transplantasi jantung.

Ia terpaksa menunggu hingga hampir empat bulan untuk mendapat donor jantung yang cocok. Sebelumnya, ia sempat menerima donor ginjal, namun terpaksa diangkat lagi karena gagal beradaptasi dengan tubuhnya.

Tanpa Otak Kanan Jika Simmons empat bulan hidup tanpa jantung, Cameron Mott, bocah sembilan tahun penderita sindroma Rasmussen, hidup tanpa otak kanan selama sisa hidupnya. Mott menjalani operasi pengangkatan otak kanan demi menghentikan kejang-kejang hebat yang menyerangnya setiap hari.

Operasi diambil dengan tingkat risiko kematian dan cacat yang tinggi. Sejak awal dokter telah mengatakan, seandainya Mott lolos dari maut, kemungkinan besar akan mengalami koma dan lumpuh pada sisi kiri tubuhnya. Sebab, otak kanan adalah organ pengontrol tubuh bagian kiri.

Namun ajaib, ketakutan-ketakutan itu tak terjadi. Usai operasi dan menjalani fisioterapi, gadis mungil itu dapat berlari, dan bermain, kendati sedikit pincang dan kehilangan penglihatan tepi. Ia hanya menjalani perawatan di rumah sakit selama empat minggu.


Bayi Kembar Tiga Lahir dari Dua Rahim Berbeda
Wanita ini memiliki dua rahim. Satu rahim berisi dua janin dan lainnya berisi satu janin.
 
 
Mendengar wanita mengandung dua janin di rahimnya sudah sangat jamak. Tapi, pernahkah Anda mendengar seorang wanita memiliki dua rahim di perutnya? Seperti yang dialami wanita asal Inggris, Hannah Kersey, 27.

Seperti dikutip dari laman BBC, dua rahim yang ada di perutnya bahkan pernah mengandung tiga janin sekaligus. Satu rahim berisi dua janin dan lainnya berisi satu janin.

Mr Ellis Downes, konsultan dokter kandungan dan ginekolog di Rumah Sakit Chase Farm, London, mengatakan, "Ini sangat menakjubkan, seorang wanita dengan dua rahim mengandung bayi kembar tiga di dua rahimnya."

Tiga janin yang dikandungnya berasal dari telur yang dihasilkan masing-masing rahim. Pada saat yang sama, telur-telur itu kemudian dibuahi dua sperma berbeda. Satu telur terbelah dan menghasilkan bayi kembar identik, dan satu telur di rahim lain berkembang menjadi bayi tunggal.

uterus didelphys

Peristiwa itu terjadi pada akhir 2006 silam. Kersey berhasil melahirkan bayi kembar tiga (triplets) melalui operasi caecar. Kasus bayi kembar tiga yang terlahir dari dua rahim diperkirakan terjadi pada satu di antara 25 juta kelahiran.

Sedangkan wanita memiliki dua rahim diperkirakan terjadi pada setiap lima di antara satu juta wanita. Di dunia medis, kasus semacam ini dikenal sebagai uterus didelphys. Genetik menjadi salah satu faktor penyebab. Ibu dan saudara perempuan Kersey juga memiliki dua rahim di perutnya.


Ajaib, Wanita Itu Melahirkan Saat Koma
Begitu terbangun dari koma, semua orang mengatakan bayi berusia dua minggul itu anaknya. 
 
 
Valerie Leah, 35, sama sekali tak ingat pernah melahirkan seorang bayi dari rahimnya. Ia hanya ingat tengah mengandung janin usia 26 minggu sesaat sebelum mengalami koma akibat virus flu babi H1N1.

Kala itu kalender menunjukkan tanggal 1 Desember 2009, saat Valerie terbangun dari koma. "Begitu saya membuka mata, suami saya, Simon, langsung berkata kalau kami memiliki bayi laki-laki berusia dua minggu," kata Valerie seperti dikutip dari laman Daily Mail.

Sambil berusaha mengembalikan ingatan, Valerie kemudian dipandu menggunakan kursi roda menuju sebuah boks inkubator. Ia masih belum percaya jika bayi mungil di dalamnya adalah putranya.

Ia sungguh tak bisa membayangkan bisa melahirkan dalam kondisi koma. "Semua orang mengatakan bahwa bayi itu anak saya. Rasanya tak masuk akal janin yang ada di kandungan saya bisa lahir dengan selamat," ujarnya.

Kisah Valerie bermula pada awal November 2009, saat wabah virus H1N1 menyerang seluruh anggota keluarganya. Ibu tiga anak ini adalah yang paling terakhir tertular, namun kondisinya paling buruk. Ia mengalami sesak nafas akut sehingga harus menjalani perawatan medis.

Kondisi Valerie melemah sesampainya di rumah sakit. Tim dokter hanya bisa menawarkan satu metode pengobatan untuk menyelamatkan nyawanya. "Mereka meminta izin keluarga saya untuk membuat saya koma selama beberapa waktu hingga kondisi membaik," ujarnya. 

Wanita itu masih ingat dengan jelas detik-detik sebelum dokter membuatnya tak sadar. Ia mendapat ciuman perpisahan dan dukungan dari sang suami. "Saya menciumnya, dan memastikan bahwa semua akan berjalan dengan baik. Saya tersenyum padanya meski hati saya menangis, apalagi saat mendengar dia mengatakan aku cinta kamu," kata Simon mengenang istrinya sebelum koma.

Selama sekitar dua minggu Valerie, yang tengah hamil, menjalani perawatan intensif dalam kondisi koma. Kondisinya terus melemah. Atas restu keluarga, dokter akhirnya memutuskan melakukan bedah caesar untuk mengeluarkan janin di kandungan Valerie.

Melakukan bedah caesar pada pasien koma berisiko tinggi pada kematian ibu dan anak. Tapi risiko itu diambil demi kesembuhan Valerie. Sebab, adanya janin di dalam kandungan membuat dokter tak bisa melakukan tindakan medis secara maksimal.

Simon menyentuhkan tangan Valerie ke Oliver usai persalinanTepat 18 November 2008, janin berusia tujuh bulan di perut Valerie lahir. "Sungguh mukjizat persalinan berjalan lancar. Saya sentuh tangan isteri saya yang masih koma, lalu saya letakkan di perus bayi kami, saya ingin bayi kami merasakan sentuhan ibunya," kata Simon.

Setiap hari, Simon menceritakan perkembangan bayinya kepada Valerie yang masih terbaring koma. Ia menamai bayi itu Oliver, namun tak mempublikasikannya hingga Valerie sadar. Ia ingin nama itu disetujui istrinya. "Jadi selama di rumah sakit orang hanya memanggil bayi itu dengan sebutan baby," ujarnya.

Usai melahirkan, Valerie kembali melanjutkan perawatan. Diiringi cinta dan dukungan sang suami yang tak putus, ia menjadi lebih responsif terhadap obat dan aneka terapi medis. Alhasil, 12 hari usai melahirkan, Valerie terbangun dari tidur panjangnya dan segera memeluk Oliver.

0 komentar:

Posting Komentar

Serba serbi kehidupan

Bocah Ini Minum Viagra Untuk Bertahan Hidup
Empat kali sehari Calvin Mutessa harus konsumsi Viagra sejak umurnya 3 bulan. 


Biasanya Viagra dikonsumsi pria untuk mengatasi disfungsi seksual. Namun, seorang anak asal Inggris, Calvin Muteesa, harus minum Viagra setiap hari demi bertahan hidup.
Viagra dikonsumsi Calvin empat kali sehari. Kebiasaan ini dilakukan Calvin sejak umur tiga bulan. Saat ini, Calvin adalah orang Inggris termuda yang secara rutin mengonsumsi Viagra.
Apa yang membuat bocah malang ini harus minum obat 'perkasa' setiap hari?
Penyebab Calvin mengonsumsi obat impotensi ini karena penyakit pulmonary arterial hypertension yang dialaminya. Penyakit tergolong langka ini mampu membuat tekanan darah Calvin menjadi sangat tinggi, sehingga bisa menyebabkan paru-parunya kekurangan darah yang mengandung oksigen.
Akibat penyakit ini, Calvin juga harus berjuang untuk bisa bernapas. Organ hatinya juga harus bekerja dua kali lebih keras demi memaksa darah mengalir ke paru-parunya. Viagra yang dikonsumsinya berfungsi melemaskan arteri paru-paru, yang membawa darah ke paru-paru serta memungkinkan lebih banyak darah dan oksigen yang melaluinya.

Saat Calvin lahir, ia didiagnosis mengalami masalah pada bagian usus dan ginjal. Ia pun langsung dioperasi. "Saat Calvin masih kecil, dadanya naik turun dan ia kesulitan bernapas. Kami pikir ada masalah pada ginjalnya," kata Maureen, ibu Calvin, seperti dikutip dari The Sun.

"Pada suatu pagi, saat ingin memberikan susu untuk Calvin, aku menemukan matanya tidak bergerak dan ia berhenti napas. Aku syok dan langsung membawanya ke rumah sakit. Setelah diperiksa, hasil tes di Royal London Hospital menunjukan level oksigen dalam tubuhnya sangat rendah," ujarnya menambahkan.

Akhirnya, dokter meminta Calvin mengonsumsi Viagra, karena menurut pengamatan medis tidak ada obat lain yang cocok untuk kondisinya. Awalnya Maureen tidak mengetahui jenis obat tersebut, setelah tahu ia pun kaget. Tetapi kondisi Calvin membaik setelah mengonsumsi Viagra.

Dalam beberapa tahun terakhir, sebenarnya banyak dokter menggunakan Viagra untuk membantu bayi prematur yang bermasalah dengan pernapasan.

Calvin saat ini mengonsumsi Viagra dalam bentuk cair dengan dosis tertentu. Maureen juga harus hati-hati dan tidak terlambat memberikan obat. Sebab, bocah ini pernah harus segera dibawa ke rumah sakit, karena pengasuhnya melewatkan tiga dosis. Maka itu, stok Viagra harus selalu tersedia di rumah untuk Calvin.

Menurut Maureen, sejauh ini dokter masih menyarankan pengobatan ini untuk Calvin. Namun, jika Calvin sudah cukup umur, sang ibu berharap anaknya bisa menjalani transplantasi paru-paru dan jantung, agar bisa lepas dari Viagra.


Bocah Ini Bisa Meninggal Jika Tertawa
Kesal, nyeri, kelelahan atau kegembiraan bisa memicu serangan jantung dan menewaskan Holly
 
 
Setiap ibu pasti menginginkan anaknya bisa selalu menunjukkan emosi baik tertawa ataupun menangis. Tetapi, tidak bagi Tina Cleveland. Ibu berusia 42 itu harus menjaga anak balitanya, Holly, agar tidak terlalu emosi dan di luar kontrol karena bisa membuat jantungnya berhenti.

Holly, yang berusia dua tahun mengalami kondisi yang disebut "Reflex Anoxic Seizures" (RAS). Hal ini disebabkan oleh kondisi kurangnya darah dari jantung ke otak. Kesal, nyeri, kelelahan atau kegembiraan dapat memicu serangan jantung dan menewaskan Holly, ia akan berhenti bernapas selama 20 detik. Sebelum terdiagnosis terkena RAS, Tina memberitahu Holly agar tidak nakal dan menahan napasnya saat sedang tantrum (mengamuk).

"Seringkali orang berpikir dia menahan napas karena marah, tetapi itu terjadi karena kondisi jantungnya," kata Tina, seperti dikutip dari The Sun.

Belum adanya perawatan khusus dan obat untuk Holly. Tina dan suaminya Ray hanya bisa mencegah agar Holly tidak terlalu lelah secara fisik maupun emosi. Karena, jika Holly terlalu sedih atau terlalu senang jantungnya bisa berhenti tiba-tiba.

"Saat dokter mengatakan aku harus membuat Holly tidak terlalu senang dan sedih, aku merasa terkejut. Karena hanya itulah yang dilakukan balita," kata Tina menambahkan.

Pada Oktober tahun lalu, ketika usia Holly 20 bulan, Tina dan Ray meminta adiknya, Nicola, untuk menjaga Holly dan anak laki-laki mereka Ryan. Tapi, ketika Tina dan Ray kembali ke rumah mereka ada pesan dari anak tiri Nicola, Alex yang mengatakan sesuatu yang buruk telah terjadi.

Ray menjelaskan,  Holly pingsan dan berhenti bernapas. Ketika di rumah sakit, suster menjelaskan, Holly sempat tidak bernapas selama beberapa waktu. Gadis kecil ini langsung dimonitor untuk mengetahui kondisinya lebih detail.

"Holly dikeliling mesin bantu napas. Sangat menyedihkan, aku takut terjadi sesuatu pada putri kecilku," kata Tina.

Dokter mengatakan pernah ada kondisi seperti yang dialami Holly. Hari berikutnya Holly didiagnosis dengan RAS dan Tina terkejut karena dokter mengatakan bahwa dia tidak menahan napas karena marah dan menderita kejang karena kekurangan suplai darah ke otak. Gejala kejang dan henti napas yang terjadi pada Holly rata-rata satu hingga tiga kali dalam seminggu.


Empat Bulan, Gadis Ini Hidup Tanpa Jantung
"Saat itu, aku merasa hidupku palsu, sepertinya aku tidak benar-benar ada."
 
Jantung adalah pusat kehidupan manusia. Tak heran jika D'Zhana Simmons mengejutkan banyak orang setelah bertahan hidup tanpa organ jantung di tubuhnya selama 118 hari.

Seperti dikutip dari laman Reuters, selama hampir empat bulan, wanita asal Carolina Selatan itu mengandalkan hidupnya pada mesin pemompa darah buatan. Mesin itu baru dilepas setelah ia mendapat donor dan menjalani transplantasi jantung.

Kasus yang terjadi pertengahan 2008 ini membukukan sejarah baru di dunia medis. Sebelumnya,  tak ada anak yang mampu bertahan hidup selama itu tanpa organ jantung.

Simmons tak bisa menahan air mata setiap kali mengingat peristiwa tersebut. Ia merasa baru saja terlepas dari pengalaman mengerikan. "Anda tak akan pernah tahu mesin itu tiba-tiba mati," ujarnya. "Saat itu, aku merasa hidupku palsu, sepertinya aku tidak benar-benar ada."

Ia menderita cardiomyopathy, sebuah kondisi di mana jantungnya melemah dan membengkak sehingga kehilangan fungsinya untuk memompa darah. Satu-satunya jalan keluar adalah melakukan transplantasi jantung.

Ia terpaksa menunggu hingga hampir empat bulan untuk mendapat donor jantung yang cocok. Sebelumnya, ia sempat menerima donor ginjal, namun terpaksa diangkat lagi karena gagal beradaptasi dengan tubuhnya.

Tanpa Otak Kanan Jika Simmons empat bulan hidup tanpa jantung, Cameron Mott, bocah sembilan tahun penderita sindroma Rasmussen, hidup tanpa otak kanan selama sisa hidupnya. Mott menjalani operasi pengangkatan otak kanan demi menghentikan kejang-kejang hebat yang menyerangnya setiap hari.

Operasi diambil dengan tingkat risiko kematian dan cacat yang tinggi. Sejak awal dokter telah mengatakan, seandainya Mott lolos dari maut, kemungkinan besar akan mengalami koma dan lumpuh pada sisi kiri tubuhnya. Sebab, otak kanan adalah organ pengontrol tubuh bagian kiri.

Namun ajaib, ketakutan-ketakutan itu tak terjadi. Usai operasi dan menjalani fisioterapi, gadis mungil itu dapat berlari, dan bermain, kendati sedikit pincang dan kehilangan penglihatan tepi. Ia hanya menjalani perawatan di rumah sakit selama empat minggu.


Bayi Kembar Tiga Lahir dari Dua Rahim Berbeda
Wanita ini memiliki dua rahim. Satu rahim berisi dua janin dan lainnya berisi satu janin.
 
 
Mendengar wanita mengandung dua janin di rahimnya sudah sangat jamak. Tapi, pernahkah Anda mendengar seorang wanita memiliki dua rahim di perutnya? Seperti yang dialami wanita asal Inggris, Hannah Kersey, 27.

Seperti dikutip dari laman BBC, dua rahim yang ada di perutnya bahkan pernah mengandung tiga janin sekaligus. Satu rahim berisi dua janin dan lainnya berisi satu janin.

Mr Ellis Downes, konsultan dokter kandungan dan ginekolog di Rumah Sakit Chase Farm, London, mengatakan, "Ini sangat menakjubkan, seorang wanita dengan dua rahim mengandung bayi kembar tiga di dua rahimnya."

Tiga janin yang dikandungnya berasal dari telur yang dihasilkan masing-masing rahim. Pada saat yang sama, telur-telur itu kemudian dibuahi dua sperma berbeda. Satu telur terbelah dan menghasilkan bayi kembar identik, dan satu telur di rahim lain berkembang menjadi bayi tunggal.

uterus didelphys

Peristiwa itu terjadi pada akhir 2006 silam. Kersey berhasil melahirkan bayi kembar tiga (triplets) melalui operasi caecar. Kasus bayi kembar tiga yang terlahir dari dua rahim diperkirakan terjadi pada satu di antara 25 juta kelahiran.

Sedangkan wanita memiliki dua rahim diperkirakan terjadi pada setiap lima di antara satu juta wanita. Di dunia medis, kasus semacam ini dikenal sebagai uterus didelphys. Genetik menjadi salah satu faktor penyebab. Ibu dan saudara perempuan Kersey juga memiliki dua rahim di perutnya.


Ajaib, Wanita Itu Melahirkan Saat Koma
Begitu terbangun dari koma, semua orang mengatakan bayi berusia dua minggul itu anaknya. 
 
 
Valerie Leah, 35, sama sekali tak ingat pernah melahirkan seorang bayi dari rahimnya. Ia hanya ingat tengah mengandung janin usia 26 minggu sesaat sebelum mengalami koma akibat virus flu babi H1N1.

Kala itu kalender menunjukkan tanggal 1 Desember 2009, saat Valerie terbangun dari koma. "Begitu saya membuka mata, suami saya, Simon, langsung berkata kalau kami memiliki bayi laki-laki berusia dua minggu," kata Valerie seperti dikutip dari laman Daily Mail.

Sambil berusaha mengembalikan ingatan, Valerie kemudian dipandu menggunakan kursi roda menuju sebuah boks inkubator. Ia masih belum percaya jika bayi mungil di dalamnya adalah putranya.

Ia sungguh tak bisa membayangkan bisa melahirkan dalam kondisi koma. "Semua orang mengatakan bahwa bayi itu anak saya. Rasanya tak masuk akal janin yang ada di kandungan saya bisa lahir dengan selamat," ujarnya.

Kisah Valerie bermula pada awal November 2009, saat wabah virus H1N1 menyerang seluruh anggota keluarganya. Ibu tiga anak ini adalah yang paling terakhir tertular, namun kondisinya paling buruk. Ia mengalami sesak nafas akut sehingga harus menjalani perawatan medis.

Kondisi Valerie melemah sesampainya di rumah sakit. Tim dokter hanya bisa menawarkan satu metode pengobatan untuk menyelamatkan nyawanya. "Mereka meminta izin keluarga saya untuk membuat saya koma selama beberapa waktu hingga kondisi membaik," ujarnya. 

Wanita itu masih ingat dengan jelas detik-detik sebelum dokter membuatnya tak sadar. Ia mendapat ciuman perpisahan dan dukungan dari sang suami. "Saya menciumnya, dan memastikan bahwa semua akan berjalan dengan baik. Saya tersenyum padanya meski hati saya menangis, apalagi saat mendengar dia mengatakan aku cinta kamu," kata Simon mengenang istrinya sebelum koma.

Selama sekitar dua minggu Valerie, yang tengah hamil, menjalani perawatan intensif dalam kondisi koma. Kondisinya terus melemah. Atas restu keluarga, dokter akhirnya memutuskan melakukan bedah caesar untuk mengeluarkan janin di kandungan Valerie.

Melakukan bedah caesar pada pasien koma berisiko tinggi pada kematian ibu dan anak. Tapi risiko itu diambil demi kesembuhan Valerie. Sebab, adanya janin di dalam kandungan membuat dokter tak bisa melakukan tindakan medis secara maksimal.

Simon menyentuhkan tangan Valerie ke Oliver usai persalinanTepat 18 November 2008, janin berusia tujuh bulan di perut Valerie lahir. "Sungguh mukjizat persalinan berjalan lancar. Saya sentuh tangan isteri saya yang masih koma, lalu saya letakkan di perus bayi kami, saya ingin bayi kami merasakan sentuhan ibunya," kata Simon.

Setiap hari, Simon menceritakan perkembangan bayinya kepada Valerie yang masih terbaring koma. Ia menamai bayi itu Oliver, namun tak mempublikasikannya hingga Valerie sadar. Ia ingin nama itu disetujui istrinya. "Jadi selama di rumah sakit orang hanya memanggil bayi itu dengan sebutan baby," ujarnya.

Usai melahirkan, Valerie kembali melanjutkan perawatan. Diiringi cinta dan dukungan sang suami yang tak putus, ia menjadi lebih responsif terhadap obat dan aneka terapi medis. Alhasil, 12 hari usai melahirkan, Valerie terbangun dari tidur panjangnya dan segera memeluk Oliver.

0 komentar:

Posting Komentar